JAKARTA,— Indonesia melarang pemutaran film Balibo yang mengangkat kasus tewasnya 5 wartawan Australia dalam sebuah serangan pasukan Tentara Nasional Indonesia di Timor Timur pada 1975. Lembaga Sensor Film tidak menyampaikan alasan pelarangan film yang telah ditinjau pada Selasa (1/12).
Direktur Program Jakarta International Film Festival (JiFFest) Lalu Roisamri menjelaskan rencananya untuk mengajukan banding terhadap keputusan sensor itu. Pihak Lembaga Sensor Film menolak berkomentar saat ditanya oleh Associated Press, Selasa, mengenai larangan penayangan film soal tewasnya 5 wartawan Australia di Kota Balibo selama berlangsung pertempuran sengit antara pasukan TNI dan gerilyawan Timor Timur.
Larangan ini diumumkan 2 jam sebelum Jakarta Foreign Correspondents’ Club (JFCC) menyelenggarakan penayangan secara terbatas film ini di sebuah teater di Jakarta. Menurut Presiden JFCC Jason Tedjasukmana, akhirnya klubnya memutuskan untuk tidak menayangkan film ini meskipun belum ada keputusan resmi dari Pemerintah Indonesia mengenai larangan tersebut.
Tedjasukmana menerangkan, JFCC bisa dianggap melanggar hukum apabila menayangkan film terlarang itu di sebuah lokasi umum. "Ini memang bukan keputusan mudah...tetapi kami menghormati hukum di Indonesia," ujar Tedjasukmana.
Bulan lalu, Juru Bicara Deplu Teuku Faizasyah menerangkan bahwa film ini, berdasarkan ulasan yang ada, dikhawatirkan akan membangkitkan luka lama hubungan Indonesia dan Australia. Namun, Teuku Faizasyah juga tidak setuju dengan anggapan bahwa film ini hanya merupakan fiksi.
Sungguh ironis dimana saat kita gembar-gemborkan sebuah keterbukaan daatau transparansi diberbagai lini, ini malah ada sebuah perencanaan pembohongan publik. bagaimana tidak ! Film aalah salah satu dari sekian banyak media untuk berkomunikasi. yang artinya film juga bisa dijadikam media jurnalistik. malah sekarang muncul pelarangan yang alasannya hanya sebatas sebuah rasa malu atas sebuah tindakan.
Toh itu sudah terjadi dan itu adalah sebuah fakta henapa musti didustakan. Marilah kita membuka mata dan belajar mempercayai bahwa masyarakat Indonesia itu sudah cerdas dan bisa mengukur sesuatu dengan dasar pemikiran yang lebih rasional. Bukan masyarkat yang mudah menilai dengan dasar sepicikan mata.
Sumber : Kompas.com
Direktur Program Jakarta International Film Festival (JiFFest) Lalu Roisamri menjelaskan rencananya untuk mengajukan banding terhadap keputusan sensor itu. Pihak Lembaga Sensor Film menolak berkomentar saat ditanya oleh Associated Press, Selasa, mengenai larangan penayangan film soal tewasnya 5 wartawan Australia di Kota Balibo selama berlangsung pertempuran sengit antara pasukan TNI dan gerilyawan Timor Timur.
Larangan ini diumumkan 2 jam sebelum Jakarta Foreign Correspondents’ Club (JFCC) menyelenggarakan penayangan secara terbatas film ini di sebuah teater di Jakarta. Menurut Presiden JFCC Jason Tedjasukmana, akhirnya klubnya memutuskan untuk tidak menayangkan film ini meskipun belum ada keputusan resmi dari Pemerintah Indonesia mengenai larangan tersebut.
Tedjasukmana menerangkan, JFCC bisa dianggap melanggar hukum apabila menayangkan film terlarang itu di sebuah lokasi umum. "Ini memang bukan keputusan mudah...tetapi kami menghormati hukum di Indonesia," ujar Tedjasukmana.
Bulan lalu, Juru Bicara Deplu Teuku Faizasyah menerangkan bahwa film ini, berdasarkan ulasan yang ada, dikhawatirkan akan membangkitkan luka lama hubungan Indonesia dan Australia. Namun, Teuku Faizasyah juga tidak setuju dengan anggapan bahwa film ini hanya merupakan fiksi.
Sungguh ironis dimana saat kita gembar-gemborkan sebuah keterbukaan daatau transparansi diberbagai lini, ini malah ada sebuah perencanaan pembohongan publik. bagaimana tidak ! Film aalah salah satu dari sekian banyak media untuk berkomunikasi. yang artinya film juga bisa dijadikam media jurnalistik. malah sekarang muncul pelarangan yang alasannya hanya sebatas sebuah rasa malu atas sebuah tindakan.
Toh itu sudah terjadi dan itu adalah sebuah fakta henapa musti didustakan. Marilah kita membuka mata dan belajar mempercayai bahwa masyarakat Indonesia itu sudah cerdas dan bisa mengukur sesuatu dengan dasar pemikiran yang lebih rasional. Bukan masyarkat yang mudah menilai dengan dasar sepicikan mata.
Sumber : Kompas.com
1 komentar:
Pro dan kontra memang sering terjadi...
yah itulah hidup..
Posting Komentar